Powered By Blogger

Selasa, 24 April 2012

pengaruh cara pemberian terhadap absorbsi obat

tujuan praktikum : Mengetahui pengaruh cara pemberian terhadap absorbs obat 
. Absorbsi obat kedalam tubuh Absorbsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian ke dalam darah. Obat baru dapat berkhasiat apabila mencapai konsentarasi yang sesuai pada tempat kerjanya. Absorbsi kebanyakan obat terjadi secara pasif melalui difusi. Kecepatan absorbsi terhadap jumlah yang diberikan tergantung pada banyak faktor yaitu : 1. kelarutan obat berdasarkan sifat fisika kimia bahan obat 2. kemampuan obat untuk berdifusi melintasi sel membran 3. konsentrasi obat berdasarkan dosis obat 4. sirkulasi darah pada tempat absorbsi 5. luas permukaan kontak obat dengan organ yang mengabsorbsi 6. bentuk sedian obat 7. rute pemberian obat dan tempat pemberian obat Farmakokinetik Farmakokinetik adalah aspek farmakologi yang mencakup nasib obat dalam tubuh, yaitu absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi. Proses sejak obat diberikan sampai timbulnya efek terapeutik disebut proses farmakokinetik. DIAZEPAM Diazepam adalah golongan BENZODIAZEPIN, disamping sebagai antiansietas juga bermanfaat sebagai antikonvulsi terutama untuk epilepsi. Diazepam bekerja pada sistem limbik, talamus dan hipotalamus yang dapat menimbulkan efek penenang. Penggunaan Diazepam (Valium) adalah : pramedikasi, amnesia, sedatif/hipnotik, obat induksi, relaksasi otot rangka, antikonvulsan, pengobatan penarikan alkohol akut dan serangan panik. Efek samping berat dan berbahaya yaitu obstruksi saluran nafas oleh lidah akibat relaksasi otot, depresi nafas sampai henti nafas, hipotensi, henti jantung dan kantuk. Farmakokinetik Diazepam Bila digunakan untuk mengobati ansietas atau kelainan tidur, maka obat kelas ini biasanya diberikan peroral. Kecepatan absorbsi oral hipnotik-sedativa berbeda tergantung atas sejumlah faktor. Obat basa lemah seperti Benzodiazepin diabsorbsi paling efektif pada pH lebih tinggi yang ditemukan dalam duodenum. Dalam lambung (pH 1-2) obat asam lemah tidak terionisasi serta karena ia larut dalam lipid, maka biasanya diabsorbsi cukup cepat ke dalam darah. Diazepam lebih larut dalam lipid sehingga efek susunan saraf pusat obat terakhir lebih lambat mulainya. Obat ini terikat pada protein plasma yaitu albumin berkisar antara 80% dan 97%. Karena hanya molekul obat bebas (tidak terikat) yang telah memasuki susunan saraf pusat, maka perpindahan obat hipnotik-sedativa dari tempat pengikatan plasma oleh obat lain dapat mengubah efeknya. Tetapi sangat sedikit interaksi yang terjadi didasarkan atas kompetisi bagi tempat pengikatan umum di protein plasma. Diazepam dimetabolisme terutama di hati menjadi dismetildiazepam, ia juga diubah menjadi temazepam yang sebagian dimetabolis lebih lanjut ke oksazepam. Benzodiazepin metabolit aktifnya mempunyai waktu paruh yang lama, lebih mungkin menyebabkan efek kumulatif dan efek sisa seperti ngantuk berlebihan. Metabolit benzodiazepin dan hipnotik-sedativa lain yang larut dalam air dieskresikan terutama melalui ginjal. Struktur Bangun Diazepam Diazepam (C16H13ClN2O) (7-klor-1,3-dihidro-1-metil-5-fenil-2H-1,4 benzoldiazepin-2 on) Pemerian : Serbuk hablur, putih atau hampir putih, tidak berbau atau hampit tidak berbau, rasa mula-mula tidak mempunyai rasa, kemudian pahit. Kelarutan : Agak sukar larut dalam air, tidak larut dalam etanol (95%) P, mudah larut dalam kloroform P. Cara Penyuntikan 1. Per oral (p.o) Sebagian besar obat diberikan melalui mulut dan ditelan. Beberapa obat (misalnya: alkohol dan aspirin) dapat diserap dengan cepat dari lambung, tetapi kebanyakan obat diabsorbsi sebagian besar melalui usus halus. Absorbsi obat melalui usus halus, pengukuran yang dilakukan terhadap absorbsi obat baik secara in vivo maupun secara in vitro, menunjukan bahwa mekanisme dasar absorbsi obat melalui usus halus ini adalah secara transfer pasif dimana kecepatan obat ditentukan oleh derajat ionisasi obat dan lipid solubilitas dari molekul obat tersebut. Pemberian obat peroral merupakan pemberian obat paling umum dilakukan karena relatif mudah dan praktis serta murah. Kerugiannya ialah banyak faktor dapat mempengaruhi bioavailabilitasnya (faktor obat, faktor penderita, interaksi dalam absorbsi di saluran cerna). Selain itu, efek yang timbul dari pemberian obat ini relatif lambat, tidak efektif jika pengguna sering muntah-muntah, diare, tidak sabar, tidak kooperatif, kurang disukai jika obat berasa pahit. 2. Intraperitoneal (i.p) Disuntikkan langsung ke dalam rongga perut. Penyerapan cepat karena rongga peritoneum mempunyai permukaan absorbsi yang sangat luas sehingga obat dapat masuk ke sirkulasi sistemik secara cepat. Cara ini banyak digunakan di laboratorium pada hewan uji, tetapi tidak digunakan pada manusia karena bisa berbahaya. Pada percobaan ini dilakukan dua cara pemberian yaitu peroral dan intraperitonial. Kecepatan absorbsi obat berbeda pada masing-masing cara pemberian sehingga dapat menunjukan keefektifan obat tersebut. Kami menggunakan mencit (Mus musculus) sebagai hewan uji karena disamping harganya yang ekonomis (relative murah dibandingkan hewan uji lain), dapat juga dilihat keekonomisan jumlah diazepam yang diberikan. Selain itu mencit dipilih sebagai hewan uji karena proses metabolisme dalam tubuhnya berlangsung cepat sehingga sangat cocok untuk dijadikan sebagai objek pengamatan. Pada percobaan ini kami menggunakan diazepam yang sifatnya larut dalam lemak. Adapun dosis diazepam yang digunakan 2 mg. Obat ini akan mencapai MEC (Minimal Effective Consentration) tertinggi sehingga mencit akan tertidur dan akan bangun lagi karena secara farmakokinetik golongan obat benzodiazepin yaitu diazepam itu larut dalam lemak. Saat keadaan plasma meningkat, obat dilepaskan sehingga mencitnya tidur, tetapi saat keadaan plasma menurun, obat tetap tertimbun dalam lemak sehingga mencitnya bangun begitu seterusnya. Berdasarkan data pada tabel hasil pengamatan, mencit nomor enam dan tujuh meskipun perlakuannya sama (intraperitonial), namun onset dan durasi pada mencit tersebut berbeda . hal ini mungkin disebabkan karena volume penyuntikan dan berat badan mencit yang berbeda . mencit nomor enam memiliki onset yang lebih cepat dan durasi yang lebih lama dibandingkan mencit nomor tujuh . Mencit nomor delapan dan sembilan, memiliki perlakuan yang sama (diberikan obat secara oral), namun mencit nomor sembilan tidak mengalami onset dan durasi obat, karena mencit tersebut tidak tidur, hewan uji tersebut hanya tenang beberapa saat. hal ini mungkin disebabkan karena ketika pemberian obat, ada sebagian obat yang tumpah sehingga mengakibatkan berkurangnya volume penyuntikan, sehingga efek yang diinginkan tidak tercapai. Sementara mencit nomor Sembilan, diberikan aquadest sebagai control. Seharusnya mencit tersebut tidak tidur, namun pada kenyataanya pada percobaan ini mencit tersebut tidur. Hal ini mungkin disebabkan karena kondisi fisiknya yang tidak sehat. Tidur merupakan kegiatan susunan saraf pusat (SSP) yang berperan sebagai fungsi biologik. Tidur ini dibagi menjadi dua macam, yaitu sebagai berikut : 1. Tidur tenang atau non-REM Tidur ini disebut juga Slow Wave Sleep (SWS) atau NREM (Non Rapid Eye Movement). Ciri tidur tenang adalah denyut jantung, tekanan darah dan pernafasan teratur, otot kendor tanpa gerakan otot muka atau mata. Tidur NREM ini berlangsung lebih kurang 1 jam dan berisi empat tahap tidur yaitu tahap pertama yang merupakan tidur ringan hanya memakan waktu lima persen dari keseluruhan tahap. Tidur tahap kedua menunjukkan tahap yang paling penting, yang menghabiskan waktu lima puluh persen. Pada tidur tahap keempat frekuensi gelombang hanya tiga putaran per detik. Pada tahap ketiga dan keempat keduanya disebut gelombang tidur yang pelan. 2. Tidur REM (Rapid Eye Movement) atau paradoksal Pada tidur REM, otak memperlihatkan aktivitas listrik yang sama dalam keadaan bangun dan aktif disertai gerakan mata yang cepat, jantung, tekanan darah dan pernafasan turun naik, aliran darah ke otak bertambah. Tidur REM disebut tidur mimpi dan berlangsung mula-mula 5-15 menit kemudian baru 20-30 menit. Apabila tidur REM terintangi dan menjadi lebih singkat dapat menimbulkan gangguan psikis dan gangguan kesehatan. Salah satu gangguan psikis yang sering dialami adalah gangguan tidak bisa tidur atau insomnia. Cara pemberian dapat mempengaruhi kecepatan absorbsi obat yang berpengaruh juga terhadap onset dan durasi. Onset adalah waktu yang dibutuhkan obat untuk menimbulkan efek mulai obat itu diberikan. Biasanya onset yang paling cepat dan terpendek adalah intraperitonial daripada peroral. Hal ini terjadi karena intraperitoneal banyak memiliki pembuluh darah sehingga obat langsung masuk ke pembuluh darah. Selain itu juga karena tidak ada faktor penghambat sehingga dengan segera dapat menimbulkan efek. Sedangkan pada pemberian per oral, obat akan mengalami rute yang panjang untuk mencapai reseptor. Obat memerlukan proses absorbsi, setelah obat masuk mulut, obat akan masuk lambung melewati kerongkongan. Didalam lambung obat mengalami ionisasi kemudian diabsorbsi oleh dinding lambung, setelah itu baru masuk kedalam peredaran darah, sehingga membutuhkan waktu lebih lama untuk berefek. Pada pemberian melalui saluran cerna banyak terdapat faktor penghambat, salah satunya seperti protein plasma. Durasi adalah waktu yang diperlukan obat mulai dari obat berefek sampai efek hilang. Durasi dipengaruhi oleh kadar obat dalam darah dalam waktu tertentu. Adapun durasi yang paling cepat dan terpendek biasanya peroral daripada intraperitonial. Hal ini terjadi karena per oral melalui saluran cerna yang memiliki rute cukup panjang dan melewati banyak fase seperti perombakan dihati menjadi aktif dan tidak aktif. Semakin banyak fase yang dilalui maka kadar obat akan turun sehingga obat yang berikatan dengan reseptor akan turun dan durasinya pendek. Selain itu banyak faktor penghambat maka konsentrasi obat yang terabsorbsi semakin sedikit dan efek obat lebih cepat. Sedangkan pada pemberian secara intraperitonial, disini obat langsung masuk ke pembuluh darah. Obat dengan kadar tinggi dimetabolisme serempak dan akan berikatan dengan reseptor sehingga akan langsung berefek tetapi efek yang dihasilkan durasinya cepat karena setelah itu tidak ada obat yang berikatan lagi dengan reseptor. Jadi, cara pemberian obat yang baik yaitu bila onset yang dihasilkan cepat dan durasi dalam obat lama. Berdasarkan data pengamatan dapat dilihat bahwa onset dan durasi memiliki perbedaan sesuai dengan cara pemberian. Adanya perbedaan antara onset dan durasi dari tiap-tiap cara pemberian ini dapat disebabkan oleh beberapa hal :  Kondisi hewan uji, dimana masing-masing hewan uji sangat bervariasi yang meliputi produksi enzim, berat badan dan luas dinding usus serta proses absorbsi pada saluran cerna.  Faktor teknis yang meliputi ketetapan pada tempat penyuntikan dan banyaknya volume pemberian diazepam pada hewan uji. Berdasarkan percobaan dapat disimpulkan bahwa, masing-masing cara pemberian memiliki keuntungan dan kerugian. Pada pemberian secara peroral, keuntungannya adalah mudah pemberiannya dan lebih aman sedangkan kerugiannya adalah efeknya lama karena melalui saluran cerna dan bisa terjadi inaktivasi obat dihati. Pada pemberian secara intraperitonial, keuntungannya adalah efek yang dihasilkan sangat cepat sedangkan kerugiannya adalah memiliki resiko yang sangat besar karena obat tidak dapat dikeluarkan bila terjadi kesalahan.

DAFTAR PUSTAKA
 1. Anonim. 2011. Pengaruh Cara Pemberian Terhadap Absorbsi Obat. http://gaulbarengfarmasi.wordpress.com/2011/07/08/pengaruh-cara-pemberian-terhadap-absorbsi-obat/. Diakses tanggal 5 Maret 2012.
 2. Elly, Ella. 2011. Pengaruh Cara Pemberian Terhadap Absorbsi Obat. http://marermurer.blogspot.com/2011/04/pengaruh-cara-pemberian-terhadap.html. Diakses tanggal 5 Maret 2012.
3. Anonim. 1997. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia 4. Mutschler, Ernst. 1991. Dinamika Obat Farmakologi dan Toksikologi Buku Ajar Edisi Kelima. Bandung : ITB.
 5. Anonim. 1995. Farmakologi dan Terapi Edisi 4 (Dengan Perbaikan). Jakarta : Universitas Indonesia.
 6. Aisyah, 2009, farmakokinetika, http://rgmaisyah.wordpress.com/2009/01/15/farmakokinetika/ diakses tanggal 12 maret 2012 .